Selasa, 29 Oktober 2019

POSISI KITA DI HADAPAN ALLAH SWT


Risalah Materi Taklim di Masjid Al-Anshor tanggal 27 Oktober 2019

Narasumber    : Ustadz Darlis Fajar
Kontributor     : Ir. Djuanda (Q2/56)


Bagaimana posisi kita di hadapan Allah SWT?. Merupakan pertanyaan yang mengharuskan  kita melakukan introspeksi diri secara menyeluruh, diawali dengan  bagaimana diri kita mengenal Allah.
Diibaratkan jika kita sorang prajurit yang hendak berangkat perang, dimana kita diposisikan oleh komandannya, sangat tergantung bagaimana sorang prajurit tersebut menunjukan kompetensi /kecakapannya dalam kehidupan keprajuritannya.
Agar lebih mengenal Allah, kita  harus menunjukan perilaku terbaik kita  melalui   ibadah kepada-Nya, hal ini sejalan dengan tujuan dari penciptaan manusia, yakni untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah merupakan kunci bagi manusia menjadi manusia yang bertakwa, dimana selanjutnya setelah menjadi yang bertakwa diharapkan menjadi mahluk yang mulia di hadapan Allah.

Sesuai Quran Surat 49 (Al Hujuraat) Ayat 13 :

 ….. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Juga dalam Al-Quran Surat 2 (Al-Baqarah) Ayat 21 :

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.

Bertakwa merupakan kunci untuk mendapatkan janji Allah, yakni mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat kelak. Sayangnya, manusia yang tidak konsisten dalam menjalankan ketakwaan ini.

Seperti tertuang dalam Al- Quran Surat 39 (Azzumar) Ayat 49 :

Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.

Ada beberapa cara memelihara ketakwaan tersebut, antara lain 

(1) Berdzikir

Berdzikir berarti mengingat Allah, ingatlah Allah dalam segala aspek kehidupan kita. Berdzikir yang paling sederhana adalah ber-Istighfar, meminta ampun terhadap segala kesalahan dan kealfaan kita dalam mengingat Allah.

Berdzikir menjadis ebuah keharusan agar kita menjadi manusia yang benar-benar terpelihara dari siksa Allah, seperti diterangkan dalam Quran Surat 2 (Al-Imran) Ayat 191 :

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

(2) Berinteraksi dengan Alquran

Tujuan membaca Al-Qur’an bukan hanya sekedar membaca serta mengkhatamakannya. Maksud dan tujuan utamanya adalah untuk mengambil manfaat dari Al-Qur’an dan mengamalkannya.

Membaca Al-Qur’an merupakan sarana dan jalan untuk mengamalkan Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an sendiri adalah sebuah amal shalih, namun kita tidak mengkhusukan hanya membaca Al-Qur’an dan berhenti di sana. da 5 (lima) Cara berinteraksi dengan Alquran, yakni : Qiraah, Tadarus, Tilawah, Tahfidz, dan Murojaah. 

Paling afdol dalam membaca (qiraah) Alquran adalah pada waktu pelaksanaan shalat.


(3) Ketaatan

Ketaatan hanya akan terlaksana apabila manusia memiliki keimanan. Tugas manusia adalah taat. Taat pada apa yang Maha Cinta inginkan dengan segala kemahatahuan-Nya. Biarkan syukur dan sabar memperindah ketaatan kita. Taat berarti sami'na wa tho'na.

Sesuai Alquran Surat 2 (Al-Baqarah) Ayat 285 :

Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".


(4) Berdoa

Allah sangat menyukai hamba-hambanya yang suka memohon, berdoa dengan segala kerendahannya. Para hamba yang berdoa dengan hati yang bersih. Ketaatan sangat erat hubungannnya dengan berdoa. Doa yang dapat dikabulkan adalah doa daro orang-orang yang taat. Orang taat tidak mengedepankan hawa nafsunya sebagai pedoman hidup.

Sesuai Alquran Surat 45 (Al-Jaatsiyah) Ayat 23 :

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

(5) Tidak Menjadi Orang Munafik

Menjadi manusia yang akan disayangi oleh Allah, adalah tidak menjadi manusia yang munafik. Orang munafik adalah orang yang berupaya menipu Allah. Allah sangat murka terhadap orang yang masuk dalam kelompok munafik.

Sesuai Alquran Surat 4 (An-Nisa) Ayat 145 :

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.

Ciri-ciri orang munafik :
  1. Khianat
  2. Sering berbohong/berdusta
  3. Menyombongkan diri
  4. Sering berbuat dzholim
  5. Banyak bermaksiat

Editor : Tavip Abu Hirzi /Sekretariat DKM

Sabtu, 19 Oktober 2019

HARTA ANAK ADAM


Sabtu, 19 Oktober 2019

Penulis : Dana Sukmana (08128024994)

Seperti biasa di Masjid Al-Anshor Margahayu Raya Barat RW 10 Sekejati-Bandung, ba’da subuh diselenggarakan Majelis Ilmu. Pada kesempatan ini yang menjadi topik bahasannya adalah HARTA ANAK ADAM (مال ابن ادم  ) dengan Narasumber Ustadz Asep Supian Nurdin. Ratusan jamaah hadir mengikuti majelis ini. Program ini memang salah satu kegiatan unggulan, program membahas tentang hadist. Untuk memberikan layanan kepada para jamaah, memang DKM selalu menyediakan topik bahasan yang tematik dan terstruktur, agar jamaah dapat lebih memahaminya secara lengkap dan menyenangkan. 
Kajian diawali dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim terdapat dalam Kitab Shaih Muslim, II : 693, No.3 (2958) dan Kitab Riyadh Ash-Shalihien:215 No. 27/483)
Dari Abdullah bin As-Sikhkhir r.a, ia berkata:
"Saya datang kepada Rasulallah,  beliau sedang membaca ALHAAKUMUT TAKAATSUR (yang artinya) Kalian semuanya dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak kekayaan, lalu beliau bersabda "Anak Adam itu berkata :"hartaku,hartaku! Padahal kamu tidak memiliki hartamu, wahai anak Adam, melainkan apa-apa yang engkau makan lalu engkau habiskan, apa-apa yang engkau pakai, lalu engkau melusuhkannya atau apa-apa yang engkau sedekahkan lalu engkau tetapkannya"

Dari pernyataan hadist di atas jelas dinyatakan, Apa sebenarnya yang menjadi harta Anak Adam?
Yang menjadi harta Anak Adam adalah segala sesuatu yang dimakan lalu dihabiskan, segala sesuatu yang dipakai lalu menjadi lusuh, dan segala sesuatu disedekahkan dan itu akan menjadi pahala yang berkelanjutan.

Terkait dengan Harta Anak Adam ini, Allah berfirman dalam QS.102 (At-Takātsur) Ayat 1-8, yang artinya : Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Manusia memang memiliki kodrat untuk  senantiasa berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dan ingin selalu hartanya itu lebih orang  lain, padahal kekayaan yang diluar harta itu hanya merupakan perhiasan untuk membanggakan diri dalam kehidupan dunia yang sementara. Kecintaan terhadap dunia akan selalu muncul dalam kehidupan manusia sebelum kematiannya datang.
Bahkan manusia sering terbuai oleh harta dunia, sampai-sampai menjadi lalai dalam menjalankan ibadah, berani meninggalkan ibadah hanya untuk mengutamakan mengejar harta dunia. Terus mengejar harta dunia sampai akhir hayatnya (kematian menjemputnya). Banyak Manusia lebih mencintai kesenangan dunia padahal nikmat dunia cepat habisnya, cepat rusak dan cepat hilang kenikmatannya. Maka rugilah manusia yg demikian.

 Mengapa demikian? Karena kesenangan dunia itu terlihat, sementara kebahagiaan akhirat itu ghaib. inilah salah satu ujian manusia.
Diibaratkan mengejar kesenangan dunia, seperti kita mengejar bayangan diri kita sendiri, dikejar dia kan terus berlari, jia didiamkan syetan akan memberikan bisikan untuk mengejar lagi. Banyak contoh konkrit yang terjadi,  jika Anak Adam sudah memiliki satu harta, selanjutnya ingin dua harta, setelah ingin tiga harta, begitu seterusnya sampai akhirnya kita tak mampu lagi  (wafat), dan menjadi orang yang merugi. Kecintaan terhadap perhiasan dunia juga tidak memandang usia Anak Adam, semakin bertambah usia kadangkala tidak berkurang harapannya.
Sesungguhnya harta kita itu ialah apa yang dimanfaatkannya di dunia,  dengan memakannya, dengan memakainya, atau yang disedekahkannya itulah harta yg sebenarnya. Dan harta itu akan menjadi simpanan baginya disisi Allah. Harta selain itu akan ditinggalkannya, ketia Anak Adam meninggal dunia (wafat)
Kita harus merubah pola pikir, saatnya belanja untuk kepentingan akherat harus lebih besar dibandingkan untuk belanja kepentingan dunia. Jangan berpikiran untuk harta yang disedekahkan itu dianggap membuang, saatnya harus meyakini bahwa harta yang disedekahkan itulah harta kita yang sebenarnya yang menjadi simpanan, harta  yang akan dibawa kita ke akherat kelak.
Seperti hadist Rasulallah yang diriwayatkan oleh Aisyah : Bahwa ia berkata : Kami menyembelih 1(satu) kambing, lalu kami mensedekahkannya, kemudian aku berkata, ya Rasulullah, tidak ada yang tersisa dari padanya melainkan bahunya. Beliau besabda : 'seluruhnya telah tersisa selain bahunya. (Faidh Al Qadiir, II : 13)

Jadi kesimpulannya :
  • Harta Anak Adam yang sesungguhnya adalah harta yang diberikan untuk orang lain, itulah yang menjadi harta  sebenarnya, maka yang harta tersisa itu yang sementara, dan bukan menjadi harta Anak Adam karena belum tentu akan menjadi milik kita dan belum tentu  termanfaatkan oleh kita baik makanan atau harta lainnya.
  • Harta yg diberikan akan menjaga kita dan menjadi bekal yang tersimpan untuk menolong kita diakherat kelak, sementara harta yang ada pada kita saat ini  dan tidak dibelanjakan dijalan Allah harus kita yang menjaganya.

Ahirnya, semoga  Allah SWT menggolongkan kita semua kepada Hamba-Nya yang patuh dan istiqomah dalam beribadah dan mampu untuk membelanjakan harta untuk dijalan Allah.
(Editor /Tavip Abu Hirzi)


Setelah kajian ilmu jamaah bersarapan pagi berjamaah dengan Menu Sate Lontong.